Semakin melihat perkembangan dari hari ke hari, semakin Kita memahami, bahwa sesungguhnya yang terjadi adalah perang dagang antar AS-China, namun berdampak besar ke seluruh negara, termasuk Indonesia.
Bila kita lihat, saya bisa melihat ini juga mengarah ke perang digital. Karena memang persaingan teknologi antara AS Dan China juga sudah sangat tajam.
Jadi memang ini semakin menajam pengaruh Dari kedua negara ini. Saya tidak mau Kita jadi terbeban Dan terhimpit oleh karena persaingan kedua negara ini, maka kita pun juga harus bisa memikirkan untuk bisa “merdeka” secara digital.
Perang Digital ini memang mempengaruhi banyak hal. Baru saja kawan bertanya, apakah masih relevan menggunakan produk AS, seperti Cisco, karena sekarang banyak produk lain Dari China, seperti Huawei yang juga sangat bagus. Saya harus katakan, secara produk IT, China semakin bagus saat ini. Dan banyak perusahaan sudah menggunakan produk Huawei sejak lama. Saya sendiri memasang pertama Core Switch Huawei tahun 2006, bayangkan.
Strategi Yang Sama, Edukasi
Kalau Kita perhatikan dengan seksama, baik AS ataupun China memiliki strategi yang sama, untuk bisa mencapai kemandirian seperti sekarang ini.
Pertama, fokus kepada Edukasi, Dunia pendidikan. Ini sangat penting, karena dunia pendidikan Dan kualitas lulusan yang baik akan mengantar kepada hal yang berikutnya.
Kedua, inovasi, riset tiada henti. Sekarang setelah lulusan berkualitas, maka berikutnya adalah memastikan adanya ekosistem riset yang baik. Baik AS Dan China memastikan riset tidak hanya berakhir di perpustakaan, tapi menjadi produk yang baik di market. Inovasi juga ditekan maksimal agar bisa berkembang.
Ketiga, integrasi Dan konsolidasi. AS Dan China sangat kuat arahan Dan pengaruh Dari pemerintahnya. AS punya kekuatan mendorong industri startup beberapa tahun lalu, Dan kemudian mendunia. China sangat konsisiten mendorong industrialisasi Dan semua Didukung maksimal oleh pemerintah, Dan pemerintah memastikan semua ini dalam arahan yang sama, tidak ada ego sektoral.
Kita agak mundur sedikit nih, bukan Edukasi + Inovasi + Ekosistem, malah perbaikan gizi dulu melalui program MBG. Semoga program MBG hanya tahun ini saja, berikutnya lari ke program yang lebih tepat.
Dua Gajah Berkelahi, Pelanduk Mati Terinjak
Peribahasa ini ada benarnya, semoga Kita bisa memperhatikan, apa yang baiknya kita lakukan.
Dampak ke Indonesia
Perang dagang digital mau tidak mau tidak akan terhindarkan. Ini akan berdampak ke Indonesia, yang selama ini tidak punya manufaktur IT yang kuat, yang bergantung kepada China Dan AS. Bila ini berlanjut, maka bisa saja terjadi perubahan harga yang besar, kemungkinan naik 15% secara global, tapi di Indonesia bisa terjadi banyak hal. Barang brand produk China akan jadi turun karena oversupply, tapi karena mereka punya sebagian besar pabriknya, maka tidak ada masalah dengan order ke mereka.
Tapi barang AS, yang terutama masih mengandalkan pabrik di China, Taiwan, mungkin akan berdampak. Order barang brand AS mungkin akan berdampak 6-9 bulan ke depan. Belum tahu seberapa cepat brand AS bisa membuat stok baru karena ketergantungan ke China yang tinggi.
Ketidakstabilan ini tentu akan berdampak kepada Indonesia, yang mayoritas pengguna teknologi AS Dan China.
Langkah Strategis
Kaitannya dengan perang dagang digital, maka mungkin Indonesia bisa mulai pikirkan beberapa langkah ini :
1. Fokus ke Niche Strategis
Indonesia tidak harus bersaing di semua lini. Pilih beberapa area dengan potensi tinggi seperti:
- AgriTech dan Food Security (karena kita negara agraris)
- Maritime Tech (karena posisi geografis)
- Logistik dan Supply Chain AI (menghubungkan ASEAN)
- Digital Health (populasi besar dan layanan belum merata)
- Cybersecurity dan Sovereign Tech (karena meningkatnya ketergantungan digital)
2. Bangun Infrastruktur Digital Mandiri
- Kurangi ketergantungan pada cloud asing dengan memperkuat data center lokal.
- Dorong penggunaan chip lokal atau regional, atau kembangkan fabless design startup.
- Kembangkan alternatif open-source untuk tools penting seperti observability, AI/ML framework, dsb.
3. Ekosistem Talenta dan Startup
- Dorong kolaborasi universitas + industri untuk riset applied AI, cybersecurity, dan IOT.
- Beri insentif ke startup deep tech lokal.
- Gandeng diaspora digital untuk reverse brain drain.
4. Regulasi dan Proteksi Strategis
- Implementasi Sovereign Digital Policy yang cerdas, bukan proteksionis, tapi membangun daya saing.
- Percepat standar dan sertifikasi nasional untuk software, AI, dan data governance.
- Perkuat posisi di forum internasional digital (ASEAN, G20, dsb).
5. Aliansi Strategis Regional
- Bangun poros digital ASEAN–India–Afrika, sebagai penyeimbang dari hegemoni US–China.
- Kembangkan sistem pembayaran, supply chain, dan komunikasi lintas negara yang tidak tergantung pada SWIFT atau jaringan dominan AS/China.
Menurut anda, mana yang bisa kita mulai duluan ?
Ditunggu pendapatnya.